Hakim Arief Hidayat Tegur Kubu 02: Kita Sama-Sama Guru Besar Jangan seperti Bus Kota

- 5 April 2024, 15:19 WIB
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (ketiga kanan) didampingi anggota Majelis Hakim MK Saldi Isra (ketiga kiri), Arief Hidayat (kedua kanan), Enny Nurbaningsih (kedua kiri), Asrul Sani (kiri), dan Daniel Yusmic P Foekh (kanan) memimpin sidang perdana perselisihan hasil Pilpres 2024 dengan pemohon calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Sidang tersebut beragenda pemeriksaan pe
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (ketiga kanan) didampingi anggota Majelis Hakim MK Saldi Isra (ketiga kiri), Arief Hidayat (kedua kanan), Enny Nurbaningsih (kedua kiri), Asrul Sani (kiri), dan Daniel Yusmic P Foekh (kanan) memimpin sidang perdana perselisihan hasil Pilpres 2024 dengan pemohon calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Sidang tersebut beragenda pemeriksaan pe /Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

ZONA KALTIM - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengingatkan ahli dari kubu 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Kamis, 4 April 2024.

Arief mengingatkan ahli kubu 02 Andi Muhammad Asrun dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024.

"Karena kita berhukum harus presisi dan cermat. Kita sama-sama guru besar tidak boleh saling mendahului seperti bus kota," kata Arief.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Sepatu Converse Pria Terbaik 2024, Sepatu Elegan dan Tahan Lama

Arief menyampaikan hal tersebut karena Asrun dinilai terburu-buru menyimpulkan dan kurang cermat dalam membandingkan dua putusan MK.

Dua putusan tersebut adalah putusan Nomor 102/PUU-VI/2009 dan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Pak Asrun menyamakan apa yang dilakukan KPU dengan putusan 90, itu betul sudah dilaksanakan. Tapi, kemudian menyatakan putusan MK nomor 102/PUU-VI/2009 itu sama dengan apa yang dilakukan oleh KPU, mohon untuk dicek kembali," kata Arief.

Arief memandang dua putusan MK tersebut terdapat beberapa hal yang menjadi pembeda. Sebab, pada tahun 2009, KPU langsung mengubah Peraturan KPU (PKPU) dan melakukan self executing atas putusan MK 102/PUU-VI/2009.

Menurutnya, saat itu belum ada uji materil soal keharusan KPU berkonsultasi ke DPR saat mengubah atau membuat PKPU. Sebagai sesama guru besar, Arief menginginkan publik tidak salah paham.

“Tapi, kemudian ada pengujian Undang-Undang di MK yang mengatakan PKPU harus disusun dengan konsultasi DPR, jadi ini tidak bisa dipersamakan. Saya tidak bisa menyalahkan, tapi mohon dicek kembali," ujar Arief.***

Editor: Ikbal Tawakal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

x